Gen Z

Gen Z, Pergaulan Bebas, dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, kini menghadapi tantangan besar terkait dengan peran generasi muda dalam menentukan arah masa depan bangsa. Salah satu kelompok yang akan menjadi kunci dalam menentukan arah tersebut adalah Gen Z.

Gen Z yang lahir antara tahun 1997-2012 dan tumbuh serta berkembang di tengah revolusi digital yang pesat dengan akses informasi yang lebih cepat dan lebih terbuka dibandingkan generasi sebelumnya.

Namun kondisi tersebut juga membawa dampak terhadap pola pikir, cara berinteraksi sosial, dan nilai-nilai yang mereka anut, utamanya dalam konteks pergaulan bebas. Hal ini menimbulkan sekelumit persoalan dan pertanyaan, bagaimana Gen Z memandang pergaulan bebas dan bagaimana hal tersebut berhubungan dengan masa depan demokrasi Indonesia?

Penulis menyadari betul tantangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menelaah seberapa besar dampak yang ditimbulkan pergaulan bebas terhadap generasi muda dan hubungannya dengan masa depan demokrasi Indonesia. Mari kita bahas bersama.

Pergaulan Bebas Gen Z

Pergaulan bebas dalam konteks sosial budaya, seringkali merujuk pada kebebasan individu untuk berinteraksi dengan lawan jenis tanpa batasan nilai tradisional, termasuk dalam aspek seksualitas, orientasi, hingga norma sosial lainnya.

Di kalangan Gen Z, pergaulan bebas bukanlah hal yang baru. Sebagai generasi yang tumbuh dalam era digital, Gen Z sangat terbuka terhadap berbagai informasi yang datang dari beragam sumber, baik itu media sosial, forum daring, maupun platform digital lainnya.

Oleh karena itu, Gen Z lebih cenderung melihat pergaulan bebas sebagai bagian dari ekspresi kebebasan individu yang seringkali bertentangan dengan norma-norma sosial tradisional yang ada di Indonesia.

Beberapa studi menunjukkan bahwa Gen Z lebih mendukung gagasan kesetaraan gender, hak asasi manusia, dan kebebasan berekspresi. Misalnya, dalam penelitian Pew Research Center (2019), menunjukkan bahwa Gen Z di seluruh dunia lebih cenderung menerima pandangan liberal dalam hal hak asasi manusia.

Namun demikian, meski banyak yang mendukung kebebasan ini, fenomena pergaulan bebas di Indonesia seringkali menuai pro dan kontra, terutama karena perbedaan nilai yang sangat tajam antara generasi muda dan generasi sebelumnya.

Selain itu, pergaulan bebas juga dipengaruhi oleh media sosial. Platform seperti TikTok, Instagram, dan X (dulunya Twitter) memberikan ruang bagi Gen Z untuk mengekspresikan diri dan terhubung dengan orang-orang dari latar belakang yang beragam.

Kendati demikian, media sosial juga kerap menjadi tempat dimana stereotip dan tekanan sosial berkembang pesat yang mempengaruhi cara Gen Z memandang hubungan sosial dan moralitas.

Penelitian oleh Smith & Duggan (2013), menunjukkan bahwa meskipun media sosial memungkinkan kebebasan berekspresi, tetapi juga menimbulkan ekspektasi sosial yang tinggi sehingga berpotensi membentuk norma-norma baru yang lebih permisif terhadap pergaulan bebas.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kecenderungan untuk terlibat dalam hubungan seksual di luar nikah atau perilaku berisiko lainnya meningkat di kalangan Gen Z (Benson, 2021). Ini pula bisa menciptakan ketegangan antara kebebasan individu dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat yang seringkali berbasis pada ajaran agama dan tradisi sosial yang ketat.

Gen Z dan Demokrasi Indonesia

Demokrasi Indonesia sejak era reformasi 1998, telah mengalami berbagai perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah meningkatnya partisipasi politik generasi muda.

Gen Z yang saat ini sudah mulai memasuki usia pemilih memiliki potensi besar untuk mempengaruhi arah kebijakan politik dan sosial di tanah air. Tetapi pertanyaannya adalah apakah pergaulan bebas yang lebih permisif di kalangan Gen Z akan memperkuat atau justru mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia?

Di satu sisi, kebebasan yang dianut oleh Gen Z bisa dilihat sebagai bagian dari kemajuan demokrasi. Dengan pengertian, demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, terutama dari kalangan muda yang kritis terhadap status quo. Menurut Huntington (1991), demokrasi yang berkembang memerlukan keterlibatan generasi muda yang mampu membawa pembaruan dan ide-ide segar.

Gen Z dengan keterbukaan dan pemikiran yang lebih global, memiliki potensi untuk memperkuat demokrasi Indonesia. Karena Gen Z lebih terbuka terhadap gagasan plural, kebebasan berekspresi dan kesetaraan, yang merupakan fondasi penting dalam demokrasi yang sehat.

Namun di sisi lain, pergaulan bebas yang kerapkali dikaitkan dengan liberalisme dapat menimbulkan tantangan dalam mempertahankan norma-norma sosial yang menjadi dasar bagi tatanan demokrasi di Indonesia. Karena demokrasi tidak hanya mencakup hak-hak politik, tetapi juga kewajiban untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai sosial yang dapat menjamin kesejahteraan bersama.

Apabila pergaulan bebas semakin mendominasi pola pikir generasi muda, ada kemungkinan norma-norma sosial yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara akan terkikis. Dan pada gilirannya dapat mempengaruhi kestabilan sosial dan politik Indonesia.

Peran Pendidikan dan Pemberdayaan

Dalam menghadapi dinamika antara pergaulan bebas dan demokrasi yang sehat, peran pendidikan sangat penting. Pendidikan harus mampu memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya keseimbangan antara kebebasan individu dengan kepentingan bersama dalam kerangka demokrasi.

Pendidikan karakter dan nilai-nilai sosial yang berlandaskan pada Pancasila sebagai dasar negara, perlu ditanamkan sejak dini agar Gen Z tidak hanya menjadi generasi yang bebas dalam berekspresi, tetapi juga bertanggung jawab dalam mengambil keputusan yang berdampak pada masyarakat.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020), pendidikan yang berbasis pada moral dan nilai-nilai sosial dapat menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan pemahaman yang lebih holistik tentang demokrasi. Hal ini akan membantu generasi muda Indonesia untuk tidak hanya memahami hak-haknya, melainkan pula memahami kewajiban untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, Gen Z dengan segala potensi dan tantangan yang akan dihadapinya merupakan generasi yang akan membawa Indonesia ke dalam beberapa dekade mendatang. Pergaulan bebas yang lebih permisif di kalangan Gen Z merupakan  fenomena yang tak dapat dihindari dalam era digital.

Namun patut disadari, bahwa bagaimana pergaulan bebas Epictoto ini berinteraksi dengan nilai-nilai demokrasi Indonesia sangat tergantung pada cara generasi muda dipandu oleh pendidikan, serta bagaimana mereka mengembangkan sikap kritis terhadap berbagai informasi yang diterimanya.

Dengan pendidikan yang tepat, Gen Z dapat menjadi katalisator yang tidak hanya memahami kebebasan sebagai hak individu tetapi juga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial yang lebih besar.

Demokrasi Indonesia dengan segala kompleksitasnya, membutuhkan generasi muda yang tidak hanya mengedepankan kebebasan, melainkan penghargaan terhadap nilai-nilai sosial dan kebersamaan dalam kerangka Pancasila.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ini adalah gambaran yang merupakan tantangan sekaligus peluang  bagi masa depan Indonesia. Muda berperan!