Penumpukan sampah di TPA

Menangkal Global Boiling: Solusi Eco Enzim dari Sampah Organik untuk Mengurangi Efek Rumah Kaca

Global boiling atau perebusan global merupakan isu yang lagi hangat dibahas akhir-akhir ini. Saat ini status global warming  atau pemanasan global telah berubah menjadi global boiling. Global boiling adalah istilah yang menggambarkan kenaikan suhu rata-rata pada atmosfer, lautan dan daratan di bumi. Tidak hanya menyebabkan panas yang ekstrem, kenaikan suhu yang disebabkan dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, badai, dan kebakaran hutan.

Penyebab terjadinya global boiling tidak jauh dari adanya aktivitas manusia, seperti penumpukan sampah pada TPA yang menghasilkan gas bio atau Land Fill Gas (LFG) yang didominasi oleh gas metana. Gas metana yang timbul diakibatkan oleh aktivitas sampah organik yang terurai secara anaerob. Metana merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi 25 kali lipat lebih besar daripada karbon dioksida (CO2). Dalam periode 100 tahun terakhir sejak berlangsungnya revolusi industri, gas metana bertanggung jawab atas sekitar 30% kenaikan suhu global.

Belum lama ini, satelit yang baru beroperasi mendeteksi sejumlah emisi metana di Indonesia, tepatnya tiga lokasi di Pulau Jawa.  Tiga lokasi tersebut adalah TPA Galuga di Bogor, TPA Rawa Kucing CVTOGEL di Tangerang, dan TPA Cilowong di Serang. Menurut data satelit, TPA Galuga di Bogor mengeluarkan kira-kira 1.200 kg metana per jam. Di TPA Rawa Kucing pun juga menhasilkan setidaknya 590 kg per jam, sedangkan di TPA Cilowong Serang tidak terdeteksi angka pasti emisinya, tetapi satelit dapat menangkap adanya semburan emisi metana dari daerah tersebut. Selain dari ketiga wilayah tersebut tentunya pasti ada wilayah yang mengeluarkan gas metana tetapi masih belum dilewati atau terdeteksi oleh satelit.

Gas metana ini bersifat tak berbau, tak berwarna, namun rentan terbakar. Pada konsentrasi yang tinggi gas metana dapat mengurangi kadar oksigen di atmosfer hingga 19,5%. Metana yang terlepas ke atmosfer akan mengalami oksidasi yang akhirnya membentuk karbon dioksida dan uap air. Proses ini lah yang memperburuk efek rumah kaca dan menyebabkan global boiling semakin buruk. Dengan temuan satelit ini, Indonesia sudah harus mengambil langkah tegas dalam mengatasi krisis emisi metana ini. Terutama untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dari emisi gas rumah kaca.

Perlu di garis bawahi gas metana ini merupakan gas yang berasal dari sampah organik yang menumpuk dan terurai secara anaerob. Pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan sampah sekitar 68,7 juta ton per tahun dengan 41,27% merupakan sampah organik khususnya sampah sisa makanan. Untuk itu kita sebagai warga bumi harus segera menangani darurat sampah organik ini agar tidak terjadi kerusakan oleh gas metana yang lebih parah.

Dengan latar belakang demikian, seorang pendiri Asosiasi Pertanian Organik di Thailand yaitu Dr. Rosukon Poompanvong melakukan penelitian dari tahun 1980-an untuk mengatasi pemanasan global ini. Bersama Dr. Joean Oon, seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia, mereka berkolaborasi untuk memperkenalkan secara lebih luas produk yang mereka temukan yaitu eco enzyme.

Eco enzyme adalah cairan serba guna yang merupakan hasil dari fermentasi sampah organik berupa kulit buah dan ditambahkan dengan molases atau gula merah dan air. Enzim yang diciptakan oleh Rosukon adalah zat organik kompleks dari rantai protein dan garam mineral serta hormon juvenil. Proses katalik selama proses fermentasi eco enzyme menghasilkan gas ozon (O3) yang mengurangi karbon dioksida di atmosfer dan juga mengurangi logam berat di awan yang menahan panas sehingga dapat mengurangi efek global boiling yang sedang terjadi saat ini.

Tidak hanya untuk bumi eco enzyme juga sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari yaitu dapat digunakan dalam hal pertanian sebagai alternatif pupuk tanaman, pengusir hama, Di lingkungan rumah kita dapat memanfaatkannya sebagai karbol dan pembersih, sabun cuci tangan, penjernih udara, pembersih rumah, dan hand sanitizer alami. Dalam dunia medis, eco enzyme mampu melawan kuman dan parasit penyebab infeksi seperti radang tenggorokan, radang paru-paru, infeksi kulit dan lain-lain

Pembuatan eco enzyme ini pun tergolong cukup mudah dan dapat di lakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dalam mengurangi sampah organik. Cukup sediakan 4 bahan utama, yaitu air, gula merah atau molases, beberapa macam kulit buah segar, dan wadah plastik. Untuk pembuatannya menggunakan rumus 10:1:3 yaitu air:gula merah atau molases:kulit buah. Lama pembuatan eco enzyme berkisar 3 bulan, eco enzyme yang berhasil cenderung memiliki pH di bawah 4, beraroma asam segar dan memiliki warna dari coklat muda hingga coklat tua.

Tujuan utama pembuatan eco enzyme ini adalah untuk mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah organik. Namun tujuan sebenarnya yaitu kita membantu merawat dan menjaga kelestarian bumi bagi generasi penerus kita. Karena kita juga harus mewariskan alam yang indah ini bagi generasi yang akan datang.